Kamis, 14 Januari 2010


Pansus Century Diminta Segera Panggil SBY
Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - Pansus Hak Angket Bank Century diminta untuk segera memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden dianggap mengetahui soal pengambilan keputusan bailout kepada Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.

"Pansus harus memanggil SBY untuk diminta keterangan dan kesaksian mengenai kasus bailout century," ujar Ketua Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Stefanus Asat Gusma saat dihubungi, Jumat (15/1/2010).

Menurut Stefanus, kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wapres Boediono masih dirasa kurang. Meski dianggap bertanggung jawab, mereka berdua tindak bertindak secara personal yang berdiri di luar pemerintahan.

"Oleh karena itu sebagai kepala pemerintahan, SBY harus memberikan keterangannya terkait pengambilan keputusan tersebut," tambah Stefanus.

Pemanggilan SBY juga akan dapat banyak membantu kerja pansus dalam memahami prosedur pengambilan keputusan. Stefanus mendesak nama-nama yang diduga mengetahui seluruh proses ini harus dipanggil.

"Terlebih masa kerja pansus tidak lama lagi," tegasnya.

(mok/irw)

Sms atau email keluhan anda ke KPK

Kamis, 14/01/2010 14:59 WIBKPK
Terima Aduan tentang Markus Via SMS Hingga Email
Rachmadin Ismail - detikNews

-->Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau pada masyarakat agar segera melaporkan jika menemukan praktek mafia hukum di lingkungannya. Laporan bisa dilakukan lewat SMS, email, fax, atau layanan online KPK.Layanan telepon bisa melalui nomor 021- 25578389, fax 021-52892454, SMS 08558575575, email: Pengaduan@kpk.go.id atau melalui alamat kantor Direktorat pengaduan KPK PO Box 575, Jakarta 10120."Atau yang tercepat bisa melalui layanan KPK online di www.kpk.go.id," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin, lewat pesan singkat, Kamis (14/1/2010).Jasin kembali mengimbau agar masyarakat mau melaporkan dugaan markus ke KPK. Jangan sampai ada ketakutan karena setiap pelapor akan dijaga kerahasiaannya."Masyarakat jangan takut melaporkan pada pimpinan KPK, bila ada orang yang membujuk atau memaksa dan memeras dengan dalih bisa mengurus untuk menghentikan perkara atau bisa menyelesaikan kasus atas nama KPK," pintanya.Selain itu, masyarakat juga bisa langsung berkoordinasi dengan dengan polisi setempat untuk langsung menangkap si pemeras tersebut.Sebelumnya Ketua MK Mahfud MD mengaku mendapatkan laporan dari seseorang mengenai adanya dugaan praktik penyuapan dan pemerasan yang terjadi di lingkungan KPK.Dalam data yang dia pegang, terdapat data berupa tanda bukti penyerahan, waktu dan tempat berlangsungnya transaksi itu. Termasuk kepada siapa saja uang tersebut diserahkan.Mahfud telah menyerahkan penemuannya itu pada Satgas Mafia Pemberantasan Hukum.

Selasa, 12 Januari 2010

Dokter Rp. 2000,-


Sudanto, Dokter Rp 2.000Bagus Kurniawan - detikNews

Yogyakarta - Usianya sudah lanjut, yakni 67 tahun. Namun semangatnya untuk mengabdi ke masyarakat tak pernah surut. Dialah Dokter FX Sudanto. Dan bagi warga Abepura, Papua, dia biasa disebut dengan julukan 'Dokter Rp 2000'.Lebih dari 30 tahun Sudanto mengabdikan hidupnya sebagai dokter di Abepura. Untuk berobat kepadanya, warga tak perlu mengeluarkan banyak duit. Cukup Rp 2000. Bahkan kalau memang tidak punya uang sama sekali, gratis pun jadi. Karena itulah Sudanto terkenal dengan panggilan 'Dokter Rp 2000'.Sudanto memang sudah pensiun sejak tahun 2003. Meski demikian, dia tetap membuka praktek di rumahnya di distrik Abepura. Dia merasa, tenaganya masih dibutuhkan warga."Kalau dibilang capek, ya capek. Tapi ini pengabdian dan masyarakat di sana masih membutuhkan," kata Sudanto usai menerima penghargaan Alumni Award atau penghargaan bagi insan UGM berprestasi di Gedung Graha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur, Yogyakarta.Menurut Sudanto, setiap harinya warga yang datang berobat sekitar 100. Jumlah itu bisa bertambah menjadi dua kali lipat bila sehabis liburan. "Jam praktek biasanya mulai jam 7 pagi hingga sore. Tapi kalau masih banyak bisa sampai malam," ujar Sudanto.Sudanto mengabdikan diri di Papua begitu lulus dari Fakultas Kedokteran Umum (FKU) UGM tahun 1976. Saat itu, FKU UGM masih di kompleks Ngasem, Kraton bukan di Bulaksumur seperti sekarang ini. Setelah lulus, Sudanto mendaftarkan diri ikut program Dokter Inpres. Dia kemudian ditempatkan di wilayah Asmat Irian Jaya (Papua). Selama 6 tahun hingga 1982 dia bertugas di Asmat dengan melayani 4 kecamatan terpencil.Wilayah tugasnya benar-benar di pedalaman. Setiap hari Sudanto harus berjalan kaki keluar masuk hutan dan rawa untuk menjangkau satu desa ke desa lainnya. Pasiennya banyak yang tak mampu membayar jasanya dengan uang. Mereka hanya membayar dengan sagu, rempah-rempah atau kayu bakar dari hutan. "Pasien paling banyak menderita malaria akut, infeksi saluran pernafasan, serta kurang gizi," kata pria kelahiran Karanganyar, Kebumen, Jawa tengah, 5 Desember 1942 itu.Sudanto menjadi dokter Inpres sampai tahun 1982. Selanjutnya dia bertugas di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Abepura hingga pensiun pada tahun 2003. Setelah pensiun, ayah lima anak ini membuka praktek pengobatan di rumahnya di Abepura. Dia juga mengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura hingga sekarang. Termasuk juga mengajar di program studi Pendidikan Jasmi dan Kesehatan (Penjaskes) FKIP Uncen serta beberapa perguruan tinggi swasta di Jayapura.Sudanto praktik mulai pukul 07.00 WIT hingga 12.00 WIT. Pasien hanya membayar biaya periksa. Sedang obat-obatan, alat suntik dibeli pasien di apotek yang terletak didekat tempat prakteknya."Hanya memeriksa kondisi pasien saja. Banyak pasien yang merasa sudah sembuh setelah diperiksa. Semua obat yang ada adalah obat generik," pungkas suami dari Elisabeth S, perempuan keturunan Ambon-Manado.Penghargaan terhadap Sudanto diberikan dalam rangka Dies Natalis ke-60 UGM. Dalam kesempatan itu, UGM memberikan penghargaan terhadap 90 orang berprestasi. 5 Di antaranya adalah pengabdi di daerah miskin dan terpencil.(bgs/djo)
detiknews.com

Senin, 11 Januari 2010

Istana Sang Putri Artalyta nan cantik jelita


JAKARTA-MI: Tiga anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, yakni Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Minggu (10/1) malam. Mereka memulai sidak di rumah tahanan perempuan itu tepat pukul 19.30 WIB. Petugas rutan pun jadi kalang kabut saat mengetahui kedatangan tiga pejabat tersebut, yang disertai juga rombongan wartawan. "Aduh kok begini sih, ngga bilang-bilang... Gimana sih ini," teriak para petugas Rutan yang kebanyakan perempuan. Seorang petugas yang sempat menghalang-halangi rombongan wartawan pun sempat dibentak Denny, "Ini perintah Presiden. Kasih jalan". Seorang petugas bernama Anis yang menawarkan diri untuk mengantar para anggota Satgas pun ditolak mentah-mentah oleh Denny. Akhirnya para petugas Rutan pun hanya bisa pasrah membiarkan para anggota Satgas mengobrak-abrik 'isi dapur' mereka. Tempat pertama yang dikunjungi tim Satgas adalah ruang bimbingan kerja (bingker). Di situ, dari luar terlihat sosok Artalyta Suryani, alias Ayin, tersangka kasus penyuapan Rp6 miliar terhadap jaksa Urip Tri Gunawan. Di ruang yang lapang dan berpendingin udara itu, Ayin tengah duduk berselonjor di sebuah sofa bed sambil menjalani perawatan kecantikan (beauty treatment) oleh seorang dokter ahli kosmetik laser Hadi Sugiarto. "Sesuai aturan, seharusnya tidak boleh ada dokter lain yang boleh masuk, selain dokter penjara. Jadi ini tidak bisa dibenarkan," kata Mas Achmad mengomentari perlakuan istimewa yang diterima Ayin. Tidak hanya itu. Ruang tersebut seakan berubah menjadi ruang pribadi Ayin. Ruang yang harusnya diperuntukkan bagi seluruh napi itu dipenuhi oleh foto-foto anak yang diakui Ayin sebagai anak adopsinya. Di sebuah sudut, terdapat sebuah kolam bola berukuran besar, yang juga diakui Ayin sebagai tempat bermain anaknya jika mengunjunginya. Tak ketinggalan juga sebuah pesawat televisi plasma, kulkas, kompor, dan sejumlah alat-alat rumah tangga lainnya berada di ruang itu. Saat tepergok oleh Satgas, Ayin tengah membaca buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century, yang di dalamnya, namanya disebut-sebut oleh si pengarang buku, George Junus Aditjondro, masuk dalam lingkaran keluarga kepresidenan. Setelah mengetahui siapa sosok yang tengah memperhatikannya dari luar ruangan, Ayin pun langsung menaruh buku itu dan merapikan posisi duduknya. Sebagaimana diketahui, pada 24 Februari 2009 Mahkamah Agung mengganjar Ayin dengan hukuman lima tahun penjara plus denda Rp250 juta. Mestinya Ayin saat ini berada di balik jeruji penjara, bukan rumah tahanan. Namun terpidana kasus suap itu kini justru menghabiskan hari-harinya di Rutan Pondok Bambu. Sepanjang sidak, anggota Satgas hanya bisa diam dan geleng-geleng kepala saat melihat kondisi 'Hotel Prodeo' itu yang fasilitasnya benar-benar hampir mirip hotel berbintang. Kepada Mas Achmad, Ayin juga mengaku sering menggunakan ruang itu untuk mengadakan rapat-rapat dengan anak buahnya karena dia masih harus mengendalikan usaha plasmanya di Lampung, dan sejumlah perusahaan propertinya. "Saya minta ruang sedikit untuk menjalankan usaha saya," katanya. "Ini benar-benar mengagetkan. Nanti akan ada investigasi mendalam untuk memperjelas ini semua. Kita lihat saja," kata Mas Achmad dengan nada suara geram. Kepala Rutan Sarju Wibowo yang baru tiba pada pukul 20.45 WIB hanya bisa lemas dan pasrah saat mengetahui tempat kerjanya berhasil 'ditelanjangi' oleh Mas Achmad dan kawan-kawan. Tidak banyak kata yang bisa diucapkannya, selain kata 'siap'. "Siap pak... siap," jawabnya atas apa pun pertanyaan anggota Satgas. (NJ/OL-7)


Minggu, 03 Januari 2010

Profil singkat George Junus Atitjondro


Berikut adalah profil singkat Pak George..


George Junus Aditjondro lahir di Pekalongan,
Jawa Tengah, 27 Mei 1946. Meraih gelar Master
of Science dari Cornell University, Ithaca, NY,
dengan tesis berjudul "Organization Learning
of Executives and Sta� s Persons of The Irian Jaya/
Papua Community Development Foundation
(Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa
Irian Jaya, YPMD-Irja)" dan gelar Doctor of Philosophy (Ph.D)
dari Universitas yang sama dengan disertasi berjudul "Public
Policy Education Concerning the Social and Environmental Impact
of The Kedungombo Multipurpose Dam in Central Java" (Januari
1993). Ia aktif melakukan berbagai penelitian dan menulis
tentang masalah-masalah demokrasi, Timor Leste, lingkungan
hidup di Papua Barat yang hancur akibat pertambangan dan
proyek infrastruktur raksasa, korupsi, rekonstruksi di wilayah
bencana alam Aceh dan Nias, dan gerakan sosial baru. Ia juga
pernah menjadi konsultan penelitian untuk KOTIB (Koalisi
untuk Transparansi Bantuan Bencana) di Medan sejak Oktober
2007, sebuah ornop yang memusatkan perhatian terhadap
pemantauan upaya-upaya rekonstruksi di wilayah bencana
alam Aceh dan Nias (Sumatera Utara) sejalan dengan penelitian
tentang ekonomi politik rekonstruksi di kedua daerah tersebut
dan Konsultan Penelitian dan Publikasi Yayasan Tanah Merdeka
(YTM) di Palu, Sulawesi Tengah. Selain giat menulis dan
meneliti, mantan jurnalis TEMPO (1971-1979) ini juga mengajar
di Program Studi Ilmu Religi dan Budaya (IRB) Universitas
Sanata Darma, Yogyakarta (sejak semester II 2005). Tahun 1994-
2002 mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
Salatiga, Murdoch University, Perth, dan Newcastle University,
NSW, Australia. Buku yang ditulisnya antara lain berjudul
Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana,
Tangsi, dan Partai Penguasa, Yogyakarta: LKIS, 2006 dan yang
terbaru Membongkar Gurita Cikeas: Di balik Skandal Bank Century,
Yogyakarta: Galangpress, 2010.